TAFSIR LANGIT
''kejar, mengejar rahmat-Mu
debar, berdebar jantungku''
kemana dosa hendak mengaung
kegunung jiwa yang berlahar
mengepungi jilatan renyah tuhan
kepunggung ayat yang kurapal
kejar, mengejar rahmat-Mu
debar, berdebar jantungku
dimana asal,
kecipak hujan yang bertarik dari awan
keriak rindu tak berhulu
kengarai iga, atau legam kautsar-Mu
wahai tuhan
diantara patahan matahari
kutanggkap malam yang tenggelam
pepohonan tidur sepanjang sunyi
menepi dilekukan-lekukan puisi
ai, segala pedih yang rinai
tak lekang, kau tangguk air mata yang tak diri
seperti malam yang berangkat dari bianglala
seperti hujan yang kasar menyirami dirus cahaya
aku juntai permai tubuh-Mu
dijepit tafsir langit
menggapai lengan mata air yang lalai
semakin
kejar,mengejar rahmat-Mu
debar,berdebar jantungku
KEMBALI SUNYI
aku bayangkan diriku
hijrah sampai retakan jantungmu
dengan sayap-sayap
kucari jalan keluar
mencari matahari kedasar cuaca
bukan apapun
tapi siapapun
seperti kalammu yang selalu
dipajang dikaki berhala
bukan apapun
tapi siapapun
mulai tenggelam menuju sabda
lalu aku bayangkan diriku
sebatas iman yang kembali sunyi
kutanggalkan ruh sujudku disini
bersama sepasang mata yang bara
ada telaga, rebah menunggu senja
diatap bianglala
merta kembali sunyiku
kurekat dibalik ilhammu
yang nyata
BIRAMA SUBUH
Kudengar bisik-Mu dingin
mungkin angin dan hujan menyala
melepas penutup badan
aku mulai telanjang
dalam butiran angan
aku berlari
mewakili suara panggilan syahadah
lalu berlinang dimta-Mu
ku dengar birama subuh
agung dalam ceruk tasbih rindu
siapa yang sujud
aku ataukah kau
menyemai tahajud
melipat batin
serta laju darah yang mengalir
di puncak subuh
riwayatku patah tumbuh
menggelegar, suara batin terkapar
dada dan air mata
adalah aku yang terbaca
dari rahimm-Mu
hingga alam mengirimku
pada narasi bisu
RENGKAHAN SEPATU II
ada suara tanah
rengkah di bangkai sepatu
ada suara cacing bertingkah
dibalik bangkai ibu
jauh di mata rantau
kubayangi diri
menyentuh waktu
meroboh gundukan perut ibu :
(perempuan yang bicara pada langkah
mengisahkan juni menghapus karangan wajah)
bulan sedang jatuh
menandai jejak
diri menyajak arus
bulan terlempar jauh
tidur di kota ini
menidur pelukan ibu
di tambat-di tumbuhkan
sunyi pemakaman
langit tumbuh
menjelma air
rengkah tanah
bangkai sepatu
berubah gundukan
sungguh, sekali ini aku ingin
menancap hati pada nisan
dan tubuh mu
160612
''kejar, mengejar rahmat-Mu
debar, berdebar jantungku''
kemana dosa hendak mengaung
kegunung jiwa yang berlahar
mengepungi jilatan renyah tuhan
kepunggung ayat yang kurapal
kejar, mengejar rahmat-Mu
debar, berdebar jantungku
dimana asal,
kecipak hujan yang bertarik dari awan
keriak rindu tak berhulu
kengarai iga, atau legam kautsar-Mu
wahai tuhan
diantara patahan matahari
kutanggkap malam yang tenggelam
pepohonan tidur sepanjang sunyi
menepi dilekukan-lekukan puisi
ai, segala pedih yang rinai
tak lekang, kau tangguk air mata yang tak diri
seperti malam yang berangkat dari bianglala
seperti hujan yang kasar menyirami dirus cahaya
aku juntai permai tubuh-Mu
dijepit tafsir langit
menggapai lengan mata air yang lalai
semakin
kejar,mengejar rahmat-Mu
debar,berdebar jantungku
KEMBALI SUNYI
aku bayangkan diriku
hijrah sampai retakan jantungmu
dengan sayap-sayap
kucari jalan keluar
mencari matahari kedasar cuaca
bukan apapun
tapi siapapun
seperti kalammu yang selalu
dipajang dikaki berhala
bukan apapun
tapi siapapun
mulai tenggelam menuju sabda
lalu aku bayangkan diriku
sebatas iman yang kembali sunyi
kutanggalkan ruh sujudku disini
bersama sepasang mata yang bara
ada telaga, rebah menunggu senja
diatap bianglala
merta kembali sunyiku
kurekat dibalik ilhammu
yang nyata
BIRAMA SUBUH
Kudengar bisik-Mu dingin
mungkin angin dan hujan menyala
melepas penutup badan
aku mulai telanjang
dalam butiran angan
aku berlari
mewakili suara panggilan syahadah
lalu berlinang dimta-Mu
ku dengar birama subuh
agung dalam ceruk tasbih rindu
siapa yang sujud
aku ataukah kau
menyemai tahajud
melipat batin
serta laju darah yang mengalir
di puncak subuh
riwayatku patah tumbuh
menggelegar, suara batin terkapar
dada dan air mata
adalah aku yang terbaca
dari rahimm-Mu
hingga alam mengirimku
pada narasi bisu
RENGKAHAN SEPATU II
ada suara tanah
rengkah di bangkai sepatu
ada suara cacing bertingkah
dibalik bangkai ibu
jauh di mata rantau
kubayangi diri
menyentuh waktu
meroboh gundukan perut ibu :
(perempuan yang bicara pada langkah
mengisahkan juni menghapus karangan wajah)
bulan sedang jatuh
menandai jejak
diri menyajak arus
bulan terlempar jauh
tidur di kota ini
menidur pelukan ibu
di tambat-di tumbuhkan
sunyi pemakaman
langit tumbuh
menjelma air
rengkah tanah
bangkai sepatu
berubah gundukan
sungguh, sekali ini aku ingin
menancap hati pada nisan
dan tubuh mu
160612
0 comments:
Post a Comment