SEBUAH SUNYI YANG KUNAMAI PUISI

Posted by

(aku pernah memiliki satu rindu yang utuh dalam diriku, Hawa
setengahnya telah kusimpan dalam puisi
setengahnya lagi kusimpan di ruang takdirku yang sunyi)

dengan lengking kesedihan apalagi harus ku eja kalimat perpisahan itu, Hawa
sedang dalam kata-kata
kutemu kubah-kubah kehangatan
dimana azan-azan pengharapan acapkali aku kumandangkan
menggelayuti ranting-ranting alinea yang gugur ditimpa bongkahan do'a-do'a

jika di dunia yang lebih gila dari pada fiksi ini
bertatap lewat mata terlalu mustahil kita jadikan cara untuk menyatukan rindu yang terbagi
maka aku hanya ingin meletakkan jantung pertemuan itu di sebuah sunyi yang kunamai puisi

sebab dalam kata-kata
telah mampu ku eja warna kota yang buta
kota dengan tikungan narasi perpisahan  paling tajam
menghantarku pada kenangan di ujung jalan ;
sisa pertemuan yang gagal kita tabrakkan pada dinding takdir berlapis kerinduan

duhai Hawa,
aku telah lama terjebak negeri yang tidak memiliki gigil dan hujan ini
sebab angkasa dan langit-langitnya adalah bayang-bayangmu
hari-harinya adalah kumpulan bait-bait kesepian yang tak pernah renta dimakan usia
aku terus hidup sebagai perindu yang suci
yang tidak terjamah kebahagiaannya sendiri

disebuah sunyi yang kunamai puisi ini
jarak mengundi waktu di meja ingatanku yang lumpuh
menghitung sisa-sisa hari yang akan kupertaruhkan pada Sang pemilik teguh permainan semu dunia ini
melebarkan kaki pertemuan yang masih terbelenggu di jangkar bumi

namun pada lengkingan peluit hari ke berapa pengembaraan itu musti kumulai
sedang disebuah sunyi yang kunamai puisi ini
aku masih merinduimu, dari dasar andai-andai dengan terpaan angan paling gila
aku masih mencintaimu, dari sudut terdalam ego yang entah kapan akan binasa

Firman Nofeki, payakumbuh 2015


Blog, Updated at: 19:58

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Powered by Blogger.